Suatu hari ada seorang pemuda menemui Rasulullah, hendak menyatakan masuk Islam namun dengan syarat. Syarat yang diajukan adalah, Dia tidak dilarang untuk mabuk, tidak dilarang berzina, tidak dilarang mencuri, dan tidak dilarang melakukan perbuatan maksiat yang dia senangi. Rasulullah mengiyakan keinginan pemuda tersebut, namun Rasulullah juga mengajukan satu syarat dan sangat mudah jangan bohong atau jujurlah. Pemuda tersebut menerima syarat Rasulullah yang dianggapnya mudah dengan gembira.
Dalam perjalanan pulang, si pemuda melihat pelacur yang cantik, nafsunya lalu tergerak mendekati. hendak berzina, namun dia teringat janjinya kepada Rasulullah jangan bohong. Bagaimana jika suatu hari nanti aku berjumpa Rasulullah dan Beliau bertanya, "apakah aku pernah berzina?" harus aku jawab apa?. Jika aku jujur, maka aku dirajam tetapi bila aku berdusta bukankah aku telah berjanji untuk jujur kepada Rasulullah? maka batallah perzinahan itu.
Dalam perjalanan pulang, si pemuda melihat pelacur yang cantik, nafsunya lalu tergerak mendekati. hendak berzina, namun dia teringat janjinya kepada Rasulullah jangan bohong. Bagaimana jika suatu hari nanti aku berjumpa Rasulullah dan Beliau bertanya, "apakah aku pernah berzina?" harus aku jawab apa?. Jika aku jujur, maka aku dirajam tetapi bila aku berdusta bukankah aku telah berjanji untuk jujur kepada Rasulullah? maka batallah perzinahan itu.
Pada lain waktu, hatinya tergerak untuk mencuri barang dagangan musafir yang sedang tertidur, namun dia teringat kembali janjinya kepada Rasulullah maka batallah aksi pencurian. Demikian seterusnya, hingga tidak ada lagi perbuatan maksiat yang dapat dia lakukan, karena dia telah berjanji untuk jujur kepada Rasulullah.
Dia datang kembali pada Rasulullah usai shalat berjama’ah dan berkata "Demi Allah, yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku betul-betul dibuat tidak berdaya oleh janjiku padamu wahai Nabiyallah, aku anggap mudah janjiku padamu untuk tidak bohong atau jujur namun ternyata itulah pangkal dari segala urusan”. Rasulullah tersenyum lalu mendo’akan kebaikan untuk pemuda tersebut, sejak saat itu pemuda tersebut menjadi anak sholeh dan mujahid fi sabilillah.
Dia datang kembali pada Rasulullah usai shalat berjama’ah dan berkata "Demi Allah, yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku betul-betul dibuat tidak berdaya oleh janjiku padamu wahai Nabiyallah, aku anggap mudah janjiku padamu untuk tidak bohong atau jujur namun ternyata itulah pangkal dari segala urusan”. Rasulullah tersenyum lalu mendo’akan kebaikan untuk pemuda tersebut, sejak saat itu pemuda tersebut menjadi anak sholeh dan mujahid fi sabilillah.
Riwayat yang terjadi pada zaman Rasulullah tersebut memberikan gambaran kepada kita betapa mahal arti sebuah kejujuran, sebab kejujuran adalah pangkal segala urusan.
Kejujuran mulai tampak makin hilang dari pribadi manusia Indonesia. Banyak orang yang sudah tak mau lagi memedulikan soal kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Kalau pun ada yang konsisten dengan hal itu, mereka harus berhadapan dengan berbagai risiko dari kejujuran yang dilakukannya. Lihatlah kasus yang menimpa Nyonya Siami dan keluarganya, warga Kelurahan Gadel, Kecamatan Tandes, Surabaya, Jawa Timur. Maksud hati melaporkan perbuatan curang sejumlah siswa SDN Gadel 2 Surabaya kepada kepala sekolah, atas perbuatan menyontek massal siswa sekolah tersebut sehingga menyebabkan anaknya mengalami trauma. Apa daya laporannya justru dianggap mencemarkan nama baik sekolah.
Tetapi apakah hanya SD Gadel 2 Surabaya yang melakukan contek masal. Contoh lain orang yang akhirnya mendapat nasib buruk setelah mencoba jujur. Kamal Fikri, seorang guru SMK Negeri Kota Cilegon. Kamal mencoba membela murid yang mengaku mendapatkan contekan ujian nasional. Tetapi, keberanian membela kejujuran murid tersebut telah memaksanya untuk hengkang dari sekolah dan tidak lagi mengajar murid-murid di sekolah itu. Irma Winda Lubis, seorang ibu dari murid SD 06 Pesanggrahan, Jakarta, juga mengungkapkan rasa kekecewaannya atas pemaksaan ketidakjujuran pihak sekolah pada anaknya. Anaknya dipaksa untuk memberikan contekan pada teman-temannya lain pada saat Ujian Akhir Nasional SD.
Kita layak (saya pribadi) memuji keberanian dan pengorbanan Nyonya Siami, Kamal Fikri, Irma Winda Lubis, yang menjadi tumpahan amarah orang-orang yang tertutup hatinya akan kejujuran.
Setidaknya, kasus contek masal tersebut menyiratkan sistem ujian nasional yang selama ini diberlakukan mulai dari jenjang tingkat dasar hingga tingkas atas, perlu dikaji ulang.
Senantiasalah kalian jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar