Rabu, 03 November 2010

Grebeg Besar Demak


Masjid Agung Demak adalah masjid tertua di Indonesia. Masjid ini terletak di Kauman, Bintoro, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini merupakan tempat berkumpulnya para wali penyebar agama Islam, disebut juga Walisongo.
Zaman Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Walisongo adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan, namun peranan mereka sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. Diantara Walisongo yang berkaitan erat dengan Grebeg Besar Demak adalah Sunan Kalijogo.
Masjid Agung Demak
Sunan Kalijogo atau Raden Sahid adalah putra adipati Tuban yang bernama tumenggung Wilatikta. Sunan Kalijogo adalah murid Sunan Bonang, dalam syiarnya menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijogo disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.
Dahulu setiap tanggal 10 Dzulhijah kabupaten Demak memperingati hari raya Idul Adha dengan melaksanakan sholat Id dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban. Waktu itu, di lingkungan Masjid Agung Demak diselenggarakan keramaian yang disisipi dengan syiar-syiar keagamaan, sebagai upaya penyebarluasaan agama Islam oleh Wali Sanga. Keramaian/kegiatan tersebut sampai sekarang tetap berlangsung tetapi dipindahkan ke Lapangan Tembiring Jogo Indah atas usulan para ulama karena dimungkinkan mengganggu/ mengurangi kekhusyu’an bagi yang melaksanakan ibadah di Masjid Agung Demak.
Inti dari tradisi Grebeg Besar Demak tidak lepas dari Sunan Kalijogo karena prosesi Grebeg Besar adalah penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijogo di Kadilangu Demak. Setelah selesai Sholat Id, di makam Sunan Kalijogo, Kadilangu, dilaksanakan penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijogo. Prosesi penjamasan tersebut diawali dari Pendopo Kabupaten Demak, dimana sebelumnya dipentaskan pagelaran tari Bedhoyo Tunggal Jiwo, melambangkan “Manunggale Kawula lan Gusti”, yang dibawakan oleh sembilan remaja putri.
Tari Bedoyo
Dalam perjalanan ke Kadilangu minyak jamas dikawal oleh Bhayangkara kerajaan Demak Bintoro “Prajurit Patangpuluhan”  dan diiringi kesenian tradisional Demak.
Prajurit Patangpuluhan adalah prajurit yang pada masa dulu merupakan pasukan elit kerajaan Demak Bintoro berjumlah 40 orang. Pasukan ini dipimpin oleh seorang Manggolo Yudho yang disebut "Lurah Tamtomo", dengan 2 orang pengapit (ajudan). Terdapat pula seorang Wiro Tamtomo dan 3 orang Bintoro. 
Prajurit Patangpuluhan
Keberadaan Prajurit Patangpuluhan sampai saat ini masih dipertahankan sebagai bagian dari acara Grebeg Besar yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah. dalam acara pemberangkatan minyak jamas. yaitu mengawal minyak yang akan dikirim ke Sesepuh Kadilangu untuk menjamas pusaka peninggalan Sunan Kalijogo, berupa keris Kyai Crubuk dan Kutang Ontokusumo. 
Penjamasan pusaka peninggalan Sunan Kalijogo dilaksanakan oleh petugas dibawah pimpinan Sesepuh Kadilangu di dalam cungkup gedong makam Sunan Kalijogo. Sesepuh dan ahli waris percaya, bahwa ajaran agama Islam dari Rasulullah Muhammad SAW dan disebar luaskan oleh Sunan Kalijogo adalah benar. Oleh karena itu penjamasan dilakukan dengan mata tertutup. Hal tersebut mengandung makna, bahwa penjamas tidak melihat dengan mata telanjang, tetapi melihat dengan mata hati. Artinya ahli waris sudah bertekad bulat untuk menjalankan ibadah dan mengamalkan agama Islam dengan sepenuh hati. 
Makam Sunan Kalijogo
Penjamasan pusaka-pusaka tersebut didasari oleh wasiat Sunan Kalijogo sebagai berikut ”agemanku, besuk yen aku wis dikeparengake sowan Ingkang Maha Kuwaos, salehna neng duwur peturonku. Kajaba kuwi sawise uku kukut, agemanku jamas ana.” Dengan dilaksanakan penjamasan tersebut, diharapkan umat Islam dapat kembali ke fitrahnya dengan mawas diri/mensucikan diri serta meningkatkan iman dan taqwa Kepada allah SWT.
Pembawa Minyak Jamas
Dengan selesainya  prosesi penjamasan piusaka-pusaka peninggalan Sunan Kalijogo tersebut, maka berakhir pula rangkaian acara Grebeg Besar Demak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar